DUNIA maya diramaikan dengan video berisi konvoi dari Khilafatul Muslimin, belum lama ini. Banyak warga dunia maya geram dan menyesalkan mengapa pemerintah diam saja dengan keberadaan organisasi penggagas khilafah ini.
Respons netizen yang demikian seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah untuk mengkaji dan menggagas regulasi larangan penyebaran paham dan ideologi lain yang mengancam ideologi negara.
Rektor Universitas Muhammadiyah Metro Lampung Drs Jazim Ahmad MPd turut menanggapi hal itu. Ia berpendapat sudah semestinya pemerintah kembali mengkaji terkait regulasi yang mengatur penindakan tegas terhadap oknum yang menyebarkan paham dan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi bangsa, Pancasila.
“Ini perlu diarahkan ke sana, untuk adanya perubahan regulasi guna meningkatkan kewenangan penuh untuk melakukan penindakan terhadap kelompok yang membawa ideologi radikal, jadi harus ada perubahan peraturan,” ujar Jazim Ahmad seperti dilansir Antara di Metro, Rabu (8/6).
Ia melanjutkan, hal ini terkait dengan maraknya kelompok-kelompok yang menyatakan diri baik secara terang-terangan sebagai simpatisan khilafah maupun melalui kampanye terselubung lewat dunia maya. Parahnya, kelompok ini kerap berlindung di balik hak asasi manusia dalam aksinya.
“Itu kebebasan yang kebablasan, jadi merasa dia bebas menyampaikan segala-galanya, maka sampai terjadi seperti itu, barangkali ia merasa bebas sebebas-bebasnya menyampaikan hal seperti itu dan melakukan aksi seperti itu,” jelasnya.
Pria yang juga Ketua Pimpinan Wilayah XI Tapak Suci Putra Muhammadiyah Lampung ini juga mengkhawatirkan aksi-aksi kelompok radikal saat ini kerap menarget kaum pemuda dalam rangka kaderisasi dan menjaring partisipan. Sehingga keikutsertaannya dikhawatirkan merupakan ajang ikut-ikutan yang mana ini harus menjadi fokus bersama.
“Karena mereka merasa benar, padahal kebenaran untuk dia bukan kebenaran untuk orang lain, dia tidak paham apa yang dilakukannya itu salah, khawatirnya ikut-ikutan atau apa sehingga perlu peran pemerintah untuk memberikan pencerahan,” tutur Jazim.
Oleh karenanya, pemberantasan paham radikal dan terorisme harus ditindak tegas melalui regulasi yang masif dan ketat. Pelarangan dan pembubaran ormas, menurut dia, tidak cukup dan bukan menjadi solusi, karena ideologinya terus berkembang di akar rumput bahkan berkamuflase di tengah masyarakat.
Baca juga: Ketua PP Muhammadiyah: Dengan Saling Memahami, Saling Mencintai
“Seperti mencabut alang-alang tapi akarnya masih ada, nah itu di bawahnya masih bergerak. Jadi perlu dituntaskan sampai akarnya, loyalisnya juga saya rasa masih banyak, ini pekerjaan berat dan butuh waktu,” ujarnya.
Sebagai seorang rektor universitas besar di Lampung, dia menyadari perlu ada kebijakan dan upaya tepat dari kampus dan institusi pendidikan lain guna mencegah paham-paham radikal terorisme ini mewabah dan menjangkiti anak didik.
“Perlu ada rutinitas penyuluhan seperti yang dilakukan BNPT tentang bahaya radikalisme baik oleh kalangan kampus maupun pihak dari luar, termasuk juga dari kalangan pendidik untuk memberikan penyuluhan,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Jazim juga berharap ada peran konkret dari tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga pemimpin daerah terbawah seperti lurah, Ketua RW, serta RT untuk bisa memberikan pengarahan dan mengawasi warga mereka agar tidak terjerumus pada kegiatan maupun paham-paham radikal.
“Tokoh agama harus berperan, pimpinan RT, RW, lurah juga harus berani dan tidak bosan memberikan pengarahan kepada warganya,” katanya mengimbau.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga mendorong khususnya mahasiswa UMM untuk dapat menjadi pribadi yang tidak hanya aktif dalam rangka menempuh pendidikan, namun juga aktif berorganisasi baik di kampus maupun di luar kampus, tentu dengan memastikan bahwa perkumpulannya merupakan forum yang positif dan tidak dilarang oleh pemerintah.
“Saya berpesan, silakan ikuti organisasi apa yang kalian inginkan asalkan jangan organisasi yang dilarang pemerintah, memang ikut organisasi itu membutuhkan banyak pengorbanan waktu dan tenaga, tapi nanti niscaya mahasiswa bisa memetik hasilnya ketika bekerja dan terjun ke masayarakat nanti, itu modal,” katanya.
Apa yang disampaikan Jazim bukan tanpa alasan, namun ia menilai bahwa berorganisasi mampu menjadi sarana untuk melatih anak didik menjadi pribadi yang mampu hidup ditengah perbedaan dan menerima perbedaan itu sendiri.
“Intinya selama mahasiswa aktif dalam organisasi maka ia belajar menerima perbedaan dan menjauhkan diri dari intoleransi dan radikalisme, nanti akan terlatih,” pungkasnya. (Ant/S-2)