• April 18, 2024 9:40 pm

Ramadan Kaum Terpinggirkan di Jakarta

Cerita kelompok Syiah yang kerap mendapat perlakuan buruk dan dicap sesat oleh masyarakat sekitar.

Jakarta, CNN Indonesia

Sebuah bangunan di bilangan Mampang, Jakarta Selatan, tampak ramai oleh sekelompok orang berbusana muslim. Beberapa Lantunan ayat suci Al-Qur’an bersahutan di aula bangunan itu.

Kelompok tersebut sibuk melakukan tadarus Al-Qur’an. Layaknya kegiatan Ramadan yang biasa digelar di sebuah masjid atau majelis taklim. Tak ada yang berbeda jika dilihat sekilas. 

Azan Magrib berkumandang, kelompok tersebut tak langsung membatalkan puasa. Padahal berbagai hidangan telah tersedia. Kelompok itu memilih bergegas melakukan salat Magrib berjamaah.

Gerakan salat yang dilakukan berbeda dari biasanya. Setelah mengangkat tangan takbir, kedua tangan tidak dilipat di atas dada atau perut. Namun diletakkan lurus di samping badan.

Barulah diketahui, kelompok tersebut berbeda dari kebanyakan Muslim lainnya. Kelompok tersebut adalah Muslim Syiah yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Muslim Syiah memang sering melakukan kegiatan keagamaan di sini. 

Matahari telah sepenuhnya terbenam. Barulah Muslim Syiah berbuka puasa. Ada cara khusus yang dilakukan Muslim Syiah dalam menentukan apakah waktu Magrib.

“Dari tempat saya berdiri ke atas sampai ke timur itu langit harus sudah gelap. Karena di Ayat Al-Qur’an itu begini, puasalah kamu sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari,” ujar Mujid, humas pengelola komunitas saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.

Usai berbuka, mereka membaca doa-doa khusus Ramadan yang disebut doa Iftitah dilanjutkan dengan ceramah. Tak ada salat Tarawih di sana.  Mereka akan mengisi malam Ramadan dengan yang mereka sebut salat sunah hingga 1.000 rakaat.




Muslim Syiah di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta Selatan. Foto: CNN Indonesia/Lina Itafiana

Perbedaan ini lah yang membuat Muslim Syiah kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari lingkungan sekitar. Dihina, disesatkan, hingga dijauhi.

“Syiah ini di antaranya di Indonesia menjadi pihak-pihak atau korban persekusi,” kata Mujid.

Mengetahui dirinya kini menjadi Muslim Syiah, beberapa kawan-kawan di tongkrongan mulai memberi jarak, bahkan menjauhinya.

“Bukan karena saya menyakiti dia atau saya zalim terhadap dia, tapi karena saya menjadi seorang Syiah,” kata Mujid.

Meski begitu, kata Mujid, kelompok Syiah tak membalas atau menaruh dendam kepada masyarakat yang berlaku buruk. Orang-orang yang menyebut kelompoknya sesat bahkan masih dianggapnya sebagai saudara.

“Dengan yang memusuhi, masih kita menganggap saudara, apalagi yang menerima kita,” tuturnya.

Menurut Mujid berbuat baik dilakukan bukan mengharap balasan agar masyarakat dapat menerima Syiah, tetapi karena memang sudah seharusnya hal itu dilakukan oleh sesama manusia. Hal ini merupakan prinsip yang Syiah pegang hingga sekarang.

Tak hanya dengan masyarakat sekitar, Mujid juga harus hidup berdampingan dengan perbedaan di dalam keluarganya. Keyakinan yang dianutnya berbeda dengan keluarganya dengan golongan Sunni.

Namun hal itu tidak membuat Mujid dikucilkan dari keluarga. Mereka hidup berdampingan secara damai. Ia beserta saudaranya sering melakukan salat berjamaah, meski tata caranya berbeda.

Kawan dekatnya, yang bukan merupakan golongan dari Syiah beberapa kali memberinya bantuan berupa makanan jadi untuk kelompok tersebut. Tidak hanya untuk buka puasa, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan lainnya di tempat ini.

Pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) kerap terjadi di Indonesia. Setara Intitute mencatat sepanjang tahun 2021 tercatat ada 171 peristiwa pelanggaran dan 318 tindakan pelanggaran.

Dari ratusan peristiwa dan tindakan pelanggaran tesebut, terdapat 18 kasus diskriminatif yang dilakukan oleh aktor negara. Sementara ada 62 tindakan intoleransi yang dilakukan oleh aktor non-negara.

Adapun ormas yang paling banyak melakukan pelanggaran KBB adalah MUI dengan delapan tindakan pelanggaran. Tiga di antaranya adalah penyesatan, yaitu menyatakan suatu aliran sebagai sesat dan menyesatkan yang berimplikasi pada hilangnya hak untuk menganut kepercayaan sesuai nurani karena diberikan pembinaan maupun hilangnya hak menyebarkan suatu ajaran yang telah dianggap sesat oleh MUI.

“Sesuatu yang berbeda dari interpretasi mayoritas dipandang sesat, menodai agama, dan dilekatkan dengan stigma-stigma buruk lainnya, sehingga menjadi pembenaran atas perilaku intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas,” tulis laporan KBB yang dikeluarkan Setara Institute pada Februari 2022.

(lna/isn)

[Gambas:Video CNN]


Sumber: CNN Indonesia | Ramadan Kaum Terpinggirkan di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *