• April 25, 2024 9:30 pm

Otsus Papua Butuh Perbaikan Fundamental

OTONOMI khusus (Otsus) Papua yang sudah berjalan 20 tahun dan saat ini memasuki jilid II dinilai belum memberikan banyak perbaikan. Faktanya hak-hak dasar masyarakat di Bumi Cendrawasih belum mendapatkan pemenuhan dari pemerintah.

“Undang-undang (UU) Otsus tidak sesuai harapan karena tidak ada perbaikan dari aturan sebelumnya. Padahal kami berharap melalui pelaksanaan otsus ada suatu perubahan baik bagi rakyat Papua,” kata Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait pada webinar bertajuk Hak-hak Asli Orang Papua dan Polemik Pemekaran Provinsi Papua, Rabu (23/2).

Menurut dia pelaksanaan otsus di Papua tidak memberikan banyak perubahan bagi masyarakat lokal. Dari 24 tugas negara yang tertuang dalam UU Otsus hanya empat yang terealisasikan yakni adanya ketentuan gubernur orang asli Papua, MRP, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan dana otsus.

“Yang lainnya tidak jalan, termasuk Pasal 49 tentang pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi. Banyak masalah belum selesai. Kemudian UU Otsua yang baru pun tidak ada hal yang baru. Tidak ada kekhususan di tanah Papua,” ujar Yoel.

Yoel mengatakan payung hukum baru untuk otsus di Papua yang disahkan pada Juli 2021 pun tidak membawa perubahan dan perbaikan. Sebab dalam pembentukannya sama sekali tidak menyerap aspirasi dari masayarakat Papua.

“Kami melihat pemerintah menggampangkan persoalan Papua. Tidak melihat persoalan yang mengakar, misal ada kajian LIPI, mestinya bisa jadi rujukan bagi pemerintah dlm menyelesaikan masalah dengan baik. Kami merasa proses yang berjalan sangat melukai hati dan perasaan orang Papua,” paparnya.

Ia, bersama MRP mengajukan gugatan terhadap UU Otsus Papua Nomor 2 Tahun 2021 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun gugatan tercatat sebagai perkara nomor 47/PUU-XIX/2021. “Tujuannya kami ingin secara bermartabat menguji konstitusi. Kami tahu sembilan hakim MK adalah negarawan, bagaimana (menjaga) keutuhan NKRI. Kami berharap melalui majelis hakim MK bisa memberikan putusan yang berkeadilan bagi rakyat Papua,” ucapnya.

Pada kesempatan sama Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute Miya Irawati mengatakan pada 2021 menjadi tahun berakhirnya desentralisasi politik pemerintahan dari Papua ke Jakarta melalui kebijakan amandemen kedua UU No 2/ 2021 tentang Otsus Papua.

Alih-alih memenuhi seruan dialog, pemerintah justru menandai 2021 ini dengan stigmatisasi negatif tambahan kepada orang Papua melalui kebijakan penetapkan status organisasi teroris kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM). “Kedua kebijakan ini justru menjauhkan pemerintah dari penyelesaian yang bermartabat atas konflik Papua,” jelasnya.

Demokratisasi di Indonesia yang terkait Papua adalah desentralisasi. Sebuah otonomi politik diberikan kepada Papua sejak awal demokratisasi berlangsung di Indonesia. Demokratisasi dimulai dengan menghormati prinsip otonomi politik bagi orang asli Papua atau OAP guna menjalankan pemerintahan sendiri.

Tetapi, setelah dua dasawarsa, penerapan otonomi bagi Papua sarat masalah, desentralisasi politik itu justru berubah menjadi resentralisasi dengan revisi ke-II atas UU Otsus di tahun 2021. Upaya MRP untuk memfasilitasi konsultasi publik terkait amandemen kedua UU Otsus justru terhalang oleh tindakan negara yang represif melalui kepolisian.

“Akibatnya, orang asli Papua tidak hanya menilai praktik kebijakan otonomi khusus telah gagal membawa kemakmuran bagi mereka selama 20 tahun pelaksanaan, tetapi kebijakan terbaru pemerintah pusat berupa UU Otsus yang telah diubah sebanyak dua kali juga dianggap gagal,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, wacana pemekaran wilayah yang terjadi di Papua tidak semata-mata demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, melainkan untuk dua hal. Pertama memenuhi kepentingan politik negara di Papua yang cenderung Jakarta-sentris, dan kedua untuk melakukan pemisahan kekuatan politik masyarakat di bawah.

“Pendekatan negara di Papua yang selalu mengedepankan paradigma keamanan telah menguatkan potensi pemekaran wilayah ini yang kelak akan berimbas pada penambahan Kodam baru dan berdampak pada distribusi pasukan TNI yang semakin masif di pelosok Papua,” pungkasnya. (OL-15)


Sumber: Media Indonesia | Otsus Papua Butuh Perbaikan Fundamental

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *