AKTIVIS Mesir-Palestina Ramy Shaath telah mengecam Mesir sebagai penjara besar. Pengecamannya disampaikan beberapa minggu setelah pembebasannya dari penjara dan keberangkatan ke Prancis. Dia bertekad untuk terus berjuang demi Palestina meskipun ada ancaman terhadap keluarganya.
“Mesir hari ini merupaka penjara besar dan kami berada di sel yang jauh lebih kecil,” kata Shaath kepada AFP di Paris setelah hampir dua setengah tahun penjara. “Ini menjadi negara teror dalam setiap arti kata,” tambahnya.
Pria berusia 50 tahun itu ialah tokoh terkemuka pemberontakan 2011 di Mesir dan koordinator gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) cabang negara itu terhadap Israel. Dia ditangkap pada Juli 2019 atas tuduhan membantu organisasi teroris.
Namun Shaath mengatakan bahwa dari ratusan orang dengan dia berbagi sel yang sempit dan sesak selama penahanannya, “Mereka semua memiliki tuduhan yang sama persis dengan sama sekali tidak ada bukti, tidak ada substansi, tidak ada insiden, tidak ada apa-apa. Hanya beberapa kata yang mereka katakan kepadamu dan itu sudah cukup untuk menahanmu.”
Shaath mengatakan bahwa pada awalnya rekan-rekan tahanannya sebagian besar ialah aktivis masyarakat sipil atau pendukung kelompok Islamis termasuk Ikhwanul Muslimin, yang memegang kekuasaan dari 2011-2013 sebelum digulingkan dalam kudeta. Namun selama penahanannya, semakin banyak yang ditahan karena alasan yang lebih sewenang-wenang, hingga mengeklik like di media sosial untuk orang atau halaman yang salah.
Dia mengatakan hingga 32 orang berbagi sel dengan luas hanya 23 meter persegi. Ada satu lubang di tanah dengan kepala pancuran di atasnya berfungsi sebagai fasilitas kamar mandi.
Baca juga: Buku Baru Ungkap Israel Hancurkan Wilayah Mughrabi Jerusalem Palestina
Tahanan tidak menerima proses hukum dan ditempatkan di sel isolasi jika mereka mengeluh. Ia mengatakan bahwa salah satu temannya meninggal di salah satu sel hukuman satu meter persegi.
Mesir-Israel
Setelah dibebaskan, “Ada ancaman dan peringatan untuk tidak membuka mulut, terutama tentang kondisi penjara dan hukum,” kata Shaath. Meskipun dia mengatakan ancaman juga dilakukan terhadap keluarganya yang tersisa di Mesir, dia menambahkan bahwa ia pribadi tidak bisa tidur setiap malam memikirkan ratusan teman dan ribuan orang Mesir yang tidak bersalah masih membusuk di neraka dan tidak membicarakan mereka.
Namun Shaath masih memiliki harapan untuk, “Mesir yang lebih baik, Mesir yang lebih manusiawi, tempat saya dapat kembali dan tinggal, tempat putri saya dapat hidup dengan aman bersama keluarganya.” Dia mengatakan bahwa BDS ialah cara tanpa kekerasan untuk memerangi pendudukan dan kediktatoran dan hubungan regional yang berkembang antara Mesir dan Israel telah membuat pemerintah Mesir tidak ingin mendengar apa pun secara internal tentang Palestina.
Shaath percaya bahwa penentangannya terhadap pemulihan hubungan antara Israel dan negara-negara Arab yang ditengahi oleh pemerintahan Trump di Washington menjadi pemicu terakhir untuk penangkapannya. “Itulah yang saya dengar secara internal bahwa posisi saya menentang kesepakatan abad ini Donald Trump dan (Jared) Kushner dan posisi saya terhadap peran Mesir di dalamnya menjadi yang akhirnya memutuskan penangkapan itu,” katanya.
Terkait Israel, “Para diktator yang sama yang menindas rakyatnya menindas aspirasi rakyat untuk Palestina yang lebih bebas,” tambahnya.
Baca juga: Aktivis Dibebaskan tetapi Represi Mesir Dinilai masih Sistematis
Namun demikian, Shaath tidak berpikir bahwa pemberontakan Musim Semi Arab dekade terakhir gagal. “Musim Semi Arab dimulai pada 2011 tetapi akhir dari itu tidak mendekati. Perubahan ialah suatu keharusan. Itu akan terjadi,” katanya.
“Saya dapat melihat rezim di Mesir ketakutan, dan menjadi penekan, dan berdarah, karena menyadari bahwa yang terjadi pada 2011 telah mengubah orang Mesir sehingga mereka tidak dapat kembali.” (AFP/OL-14)