Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan pidana mati kepada 6 (enam) orang dalang kerusuhan Mako Brimob pada Rabu (21/04) dipersidangan yang dilaksanakan secara semi daring.
“Menjatuhkan pidana mati kepada terdakwa karena terbukti telah melakukan tindak pidana terorisme” demikian bagian isi putusan hakim yang dipimpin Syafrudin Ainor Rafiek saat membacakan vonis di ruangan Purwoto.
Majelis Hakim membacakan putusan untuk terdakwa Wawan Kurniawan, Syawaluddin Pakpahan, Suparman, Suyanto, Handoko, dan Anang Rachman secara bergantian.
“Para terdakwa sedang dalam proses hukum kasus terorisme saat kerusuhan terjadi” demikian salah satu pertimbangan majelis hakim yang memberatkan para terdakwa selain perbuatan mereka menimbulkan korban jiwa dan materi.
Dalam sidang yang berlangsung dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB tersebut, Penuntut Umum yang diwakili oleh jaksa-jaksa dari satuan tugas kejahatan lintas negara dan terorisme Kejaksaan Agung RI menyatakan dapat menerima putusan hakim.
Hal tersebut karena vonis yang dijatuhkan telah sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada sidang 17 Maret 2021 yang menginginkan agar para terdakwa divonis maksimal dengan pidana mati.
Sedangkan para terdakwa yang didampingi Penasehat Hukum diberi waktu hingga satu minggu untuk menyatakan sikapnya atas putusan tersebut.
Proses hukum satu orang terdakwa atas nama Suliono tidak dapat dilanjutkan karena dia meninggal dunia pada 28 Februari 2021 lalu akibat penyakit yang dideritanya.
Kerusuhan Mako Brimob
Para terdakwa merupakan bagian dari sekitar tiga puluh orang tahanan yang membuat kerusuhan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok pada 8 Mei 2018.
Pada peristiwa kerusuhan di markas satuan elit Polri tersebut, secara umum peran para terdakwa dibagi menjadi dalang, provokator dan eksekutor.
Para terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dianggap bertanggung jawab atas peristiwa yang akhirnya menyebabkan 5 anggota kepolisian dari Detasemen Khusus 88 anti teror Polri meninggal dunia, kerusakan bangunan dan fasilitas tahanan hingga tidak dapat digunakan kembali.
Dalam peristiwa kerusuhan dan situasi penyanderaan yang berlangsung selama 36 jam tersebut, seorang tahanan atas nama Beni Samsu turut tewas.
Kelebihan kapasitas menjadi sebab utama peristiwa kerusuhan yang sempat diklaim oleh Amaq Media – media ISIS pusat berbahasa Arab dan Inggris – sebagai bagian dari serangan ISIS di Indonesia beberapa jam setelah kerusuhan dimulai.
Polri sendiri baru menyatakan secara resmi soal kerusuhan tersebut pada sekitar pukul 01.00 dini hari berikutnya, atau sekitar 4 jam setelah diklaim oleh ISIS melalui jejaring sosial media mereka.
Dalam pernyataan resminya Polri menyebutkan bahwa kerusuhan pecah saat ada ketidakpuasan dari tahanan atas nama Wawan Kurniawan (salah satu terdakwa) tentang barang titipan dari keluarganya.
Dalam berkas dakwaannya, Jaksa menyebutkan bahwa Wawan Kurniawan yang berada di blok C kemudian memulai keributan dengan berteriak-teriak memicu emosi tahanan lainnya untuk memberontak.
Setelah para tahanan membobol pintu yang berada di blok C, kerusuhan kemudian melebar ke blok B dan A. Situasi kekacauan kemudian bergeser ke lantai dua dimana sejumlah penyidik densus 88 sedang bertugas melakukan penyidikan terhadap tersangka yang baru tiba di fasilitas penahanan.
Dalam kerusuhan tersebut sebagian petugas kepolisian di fasilitas penahanan yang terletak di komplek markas pasukan “teratai putih” itu berhasil menyelamatkan diri. Namun 5 orang petugas gugur ditangan perusuh dengan penuh luka tembak dan sayatan disekujur tubuh. Seorang petugas atas nama Iwan Sarjana sempat disandera dan dianiaya sebelum kemudian dilepaskan.
Para terdakwa bersama lebih dari 150 tahanan yang memberontak dan melakukan kerusuhan tersebut akhirnya menyerah pada pagi hari 10 Mei 2021. Mereka kemudian dipindahkan ke penjara dengan fasilitas keamanan maksimum di Pulau Nusa Kambangan.
Pelaku Sedang Menjalani Proses Pidana
Para terdakwa serta pelaku lain saat kerusuhan terjadi sedang menjalani proses hukum terkait berbagai tindak pidana terorisme yang dilakukan.
Wawan Kurniawan misalnya, sedang menjalani sidang kasus kepemilikan senjata dan pelatihan militer yang dilakukan oleh kelompok Ansharud Daulah Pekanbaru yang dipimpinnya. Akibat perbuatannya tersebut, majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan pidana selama 11 (sebelas) tahun penjara kepada dirinya.
Masih dari daerah Sumatera, Syawaludin Pakpahan merupakan terpidana 19 (sembilan belas) tahun penjara, karena pimpinan kelompok kecil pro-ISIS di Medan ini menyerang Mapolda Sumatera Utara di malam Idul Fitri tahun 2017 dan membunuh anggota Polisi yang sedang berjaga. Syawaludin Pakpahan menjadi “alumni Suriah” pertama yang melakukan serangan langsung di Indonesia.
Daftar kasus dan vonis terdakwa dalang kerusuhan mako brimob secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
Vonis Yang Tepat
“Saya kira vonis ini sudah tepat, mengingat peristiwanya cukup kelam, kondisi korban sangat mengerikan, jauh dari nilai-nilai kemanusiaan” peneliti terorisme dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus Direktur Indonesia Muslim Crisis Center, Robi Sugara, menanggapi putusan terhadap terdakwa.
Dalam vonisnya Majelis Hakim juga menyebutkan adanya kompensasi yang akan diberikan kepada keluarga korban. Kompensasi tersebut akan diberikan kepada keluarga anggota kepolisian yang gugur dalam peristiwa tersebut melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Ini langkah bagus dari Pemerintah dan merupakan amanat dari Undang-undang nomor 5 tahun 2018, korban harus diperhitungkan dalam konteks penanggulangan terorisme” lanjut Robi.
Mohd Adhe Bhakti adalah Direktur Eksekutif Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi.
Ade JP ikut membantu penulisan artikel ini.