Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menuai polemik karena sejumlah pernyataannya soal aksi terorisme mulai dari pesantren terafiliasi jaringan teroris hingga strategi baru teror.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris bahkan belum lama ini mengatakan teroris telah menggunakan strategi baru dengan cara bersembunyi di balik partai, ormas Islam, maupun lembaga negara.
Berikut sejumlah pernyataan BNPT yang menuai kontroversi.
Polemik 198 Pesantren Terafiliasi Teroris
Kepala BNPT Komjen Boy Rafli pada Januari lalu mengatakan bahwa pihaknya menemukan pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris ISIS hingga JAD. Hal itu diungkapkannya saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI.
“Ada 68 pondok pesantren afiliasi Jamaah Islamiyah dan 119 pondok pesantren afiliasi Anshorut Daulah atau Simpatisan ISIS,” kata Boy.
Pernyataan tersebut memicu kritik dari sejumlah pihak. Mulai dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merespons pernyataannya.
Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al Habsyi kala itu meminta BNPT tidak membuat kegaduhan di masyarakat, terlebih di penghujung tahun politik.
“Jangan mudah membuat gejolak dan kegaduhan yang cukup merepotkan di ujung-ujung tahun politik seperti ini,” kata Aboe Bakar dalam konferensi pers di Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (31/1).
Menurut Aboe Bakar, pernyataan yang dilontarkan oleh Boy merupakan topik yang sensitif dan hanya dibicarakan dengan intelijen. Kalaupun dibahas dengan Komisi III, kata Aboe Bakar, semestinya dilakukan secara terbatas dan tidak dipublikasikan secara luas.
“Saya ingin ingatkan kepada BNPT kalau ada informasi itu cukup ditahan dulu nanti didengarkan,” kata Aboe Bakar.
Aboe lantas mempertanyakan soal data 198 pesantren terafiliasi teroris tersebut. Ia mempertanyakan berapa banyak jumlah penduduk yang terpapar terorisme bila data tersebut benar.
“Sebab kalau 198 (pesantren) artinya berapa banyak yang terpapar terorisme, nah apa benar?” ujarnya.
Senada, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi juga mengatakan daftar 198 pesantren yang diduga terafiliasi teroris perlu dibuka. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sesama pesantren yang berpotensi mengganggu stabilitas pendidikan.
“BNPT harus membuka data kepada publik nama-nama 198 ponpes yang dinilai berafiliasi dengan gerakan terorisme,” kata Baidowi dalam keterangannya, Senin (31/1).
Sebaliknya, menurut dia, bila BNPT tidak membuka data, justru akan menimbulkan justifikasi publik bahwa pesantren merupakan lembaga yang menjadi bibit lahirnya para teroris. Selain itu, pembukaan data juga penting dilakukan untuk menghindari fitnah di masyarakat terhadap keberlangsungan pesantren.
“Ketidakterbukaan data dari BNPT berpotensi melahirkan justifikasi publik bahwa pesantren menjadi bibit teroris. Padahal, faktanya mayoritas pesantren mengajarkan Islam Rahmatan lil’alamin bukan mengajarkan terorisme,” ucap Awiek, sapaan akrabnya.
Usai ramai di masyarakat, Boy pun meminta maaf atas ucapannya tersebut. Ia mengaku tidak bermaksud menggeneralisasi seluruh pesantren lewat data yang diungkapnya.
“Saya selaku Kepala BNPT menyampaikan juga permohonan maaf karena memang penyebutan nama pondok pesantren ini diyakini memang melukai perasaan dari pengelola pondok, umat Islam yang tentunya bukan maksud daripada BNPT untuk itu,” kata Boy.
Teroris Susupi Ormas Islam hingga Lembaga Negara
Pernyataan berikutnya yakni soal BNPT yang menyebut strategi baru terorisme yaitu menyusup ke dalam partai, ormas Islam, hingga Lembaga Negara.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris menyatakan kelompok teroris menerapkan sistem demokrasi untuk menguasai lembaga secara formal.
“Jangankan lembaga negara, jangankan partai. Organisasi umat yang sangat kita harapkan melahirkan fatwa-fatwa atas kegelisahan umat terhadap persoalan kebangsaan itu juga dimasuki (teroris),” kata Irfan dalam Sharing Session BNPT di Jakarta Selatan, Jumat (18/2).
Pernyataan itu lantas kembali memantik kritik. Salah satunya dilayangkan oleh Sekjen MUI Amirsyah Tambunan. Amirsyah menilai pernyataan BNPT itu hanya membuat gaduh masyarakat.
“Setelah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menyampaikan permintaan maaf secara resmi tanggal 3 Februari 2022 di MUI. Kali ini kembali membuat pernyataan yang membuat gaduh dan menyesalkan,” kata Amirsyah kepada wartawan, seperti dikutip dari detikcom, Senin (21/2).
Amirsyah pun mempertanyakan soal pencegahan penyusup ke ormas. Dia juga menyoroti pernyataan mengenai teroris yang tidak langsung melakukan aksi, tetapi berusaha menguasai suatu lembaga.
“Yang menjadi pertanyaan bagaimana kita mencegah penyusup ke ormas sehingga target tidak pada penangkapan. Kata Irfan tidak langsung melakukan aksi di pendidikan tinggi tapi melakukan proses-proses awal, misalnya pembaiatan, pengajian, dengan sangat disayangkan,” ujarnya.
Selain MUI, PKS juga kembali melontarkan kritik kepada BNPT. Anggota Komisi Fatwa MUI Ahsin Sakho Muhammad menegaskan tak ada ormas Islam manapun yang mendukung kegiatan terorisme.
“Tidak, sama sekali tidak dukung. Kegiatan terorisme itu bertentangan dengan agama,” kata Ahsin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (18/2).
Tak ketinggalan, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Serah, juga turut mempermasalahkan narasi BNPT. Menurutnya, pernyataan BNPT harus diiringi bukti. Jika benar terdapat jaringan teroris di lembaga, maka BNPT harus mengungkap motif kelompok itu bergabung.
“Berbasis fakta saja. Jika ada yang gabung telusuri motifnya apa. Apa ada kesadaran baru untuk berpolitik atau kamuflase,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Jumat (18/2).
(blq/gil)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: CNN Indonesia | Bocor Mulut BNPT soal Teror Malah Bikin Gaduh