Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berujar perjanjian tersebut akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Ghufron melalui keterangan tertulis, Selasa (25/1).
Selain mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, kata dia, perjanjian ekstradisi juga akan berdampak positif terhadap upaya optimalisasi penyelamatan aset.
“Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka, dengan optimalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ucap Ghufron.
“Sehingga, perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global,” sambungnya.
Singapura diketahui kerap menjadi tempat bersembunyi para koruptor. Mulai dari Djoko Tjandra, Gayus Tambunan, Maria Pauline Lumowa hingga Harun Masiku disebut pernah singgah di negara tersebut.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian itu dinilai bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Indonesia sebenarnya sempat sepakat soal rencana perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Kesepahaman tersebut sekaligus Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA) pada April 2007, kala kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM Singapura Loong.
Meski demikian, perjanjian ini masih menunggu pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kala itu.
Kementerian Luar Negeri RI mengakui negosiasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura memicu perdebatan di kalangan DPR.
Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah permintaan Singapura yang menginginkan sebagian wilayah perairan dan udara di sekitar Sumatera dan Kepulauan Riau untuk latihan militer. Permintaan ini disampaikan dalam DCA.
Karena hal itu, proses ratifikasi perjanjian ekstradisi danDCA antara Indonesia-Singapura tak kunjung disetujui DPR.
(ryn/DAL)
[Gambas:Video CNN]
Sumber: CNN Indonesia | KPK Respons Ekstradisi RI-Singapura, Singgung Aset Koruptor