PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat mempromosikan program one
pesantren one product (OPOP) melalui film televisi. Pembuatan FTV ini
bekerja sama dengan Aria Production.
Produser Cahaya Pesantren, Yayat Hidayat, mengatakan, pihaknya
bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggarap FTV
tersebut. Tujuan utama FTV ini untuk mempromosikan program one pesantren one product (OPOP).
Dia menyebut program ini sangat positif sehingga pesantren tidak hanya
dikenal sebagai lembaga pendidikan saja.
“Jadi mengenalkan pesantren melalui FTV ini ide bagus. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat. Tujuan utama dibuatnya film ini untuk menyebarluaskan informasi terkait pesantren yang memiliki aktivitas ekonomi,” katanya di Bandung, Senin (17/1).
Dengan begitu, menurut Yayat, pesantren memiliki kemandirian ekonomi yang tinggi.
Lokasi syuting FTV ini dipilih di Pondok Pesantren Al Ittifaq, Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Pesantren tersebut mampu menjadi pemasok sayuran dan buah-buah dengan
kualitas baik. Tidak hanya untuk kebutuhan domestik, hasil bumi Ponpes
Al Ittifaq juga diekspor ke berbagai negara.
“Kenapa difilmkan? Semoga ini bisa menginspirasi yang lainnya. Bahwa di
pesantren juga ada aktivitas ekonomi yang besar,” katanya.
Selain itu, menurut Yayat, FTV ini juga bertujuan untuk memperbaiki citra pesantren yang tercoreng akibat rentetan kasus hukum yang dilakukan oknum di lingkungan pendidikan tersebut.
Melalui tayangan film televisi berjudul Cahaya Pesantren yang diharapkan mampu memulihkan pandangan masyarakat terhadap pesantren.
Dia membenarkan, salah satu alasannya untuk kembali mengangkat citra
pesantren yang belakangan ini tercoreng baik oleh isu radikal,
intoleransi, maupun kasus hukum lainnya.
“Sekarang ini isu pesantren cenderung peyoratif. Radikal, intoleransi, atau sekarang isu terakhir di Bandung yang sangat memukul, dengan kasus pengajar yang memanipulasi kekuasaannya terhadap santrinya,” kata Yayat.
Dia berharap melalui FTV ini citra pesantren kembali pulih. Terlebih,
dia memastikan selama ini banyak aktivitas positif dari lingkungan
pendidikan keagamaan tersebut.
“Pesantren ini menjadi episentrumnya masyarakat,” tandas Yayat. (N-2)