Jakarta, CNN Indonesia —
Para anggota Negara Islam Indonesia (NII) yang nantinya melebur ke Jamaah Islamiyah mendapat pelatihan militer di akademi milik Mujahidin Afghanistan bernama Harby Pohantun.
Kala itu, akademi militer dibentuk untuk melawan Rusia dan pemerintah bonekanya di Afghanistan. Sukarelawan dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan negara Asia Tenggara lainnya dilibatkan menjadi murid.
Saat pulang ke tanah air, orang-orang Indonesia alumni Afghanistan sudah mahir dalam operasi perang serta pembuatan bahan peledak. Teror bom pun terjadi berturut-turut di tanah air pascareformasi.
Fakultas dan Pelajaran
Akademi militer Mujahidin Afghanistan itu memiliki lima fakultas antara lain, infantri, teknik, artileri, logistik, komunikasi kavaleri. Orang-orang dari Indonesia tersebar di berbagai fakultas, tapi mayoritas di bagian infantri.
Masa pendidikannya selama tiga tahun. Materi pelajaran utama yang diberikan berupa (1) taktik atau seni pertempuran infantri, (2) kemahiran membaca peta atau navigasi.
Kemudian (3) weapon training atau kemahiran menggunakan senjata infantri dan kavaleri, lalu (4) field engineering tentang pembuatan ranjau dan bahan peledak dengan bahan kimia.
Selain soal militer, akademi itu juga mengajarkan agama seperti tafsir Alquran serta hadist Nabi Muhammad, fiqih sirah, fiqih harakiy hingga fiqih jihad.
Orang Indonesia di Afghanistan
Tidak sedikit sukarelawan asal Indonesia yang menempa ilmu militer di Afghanistan sejak 1985 hingga 1990-an. Akan tetapi, tak semuanya dikenal luas sebagai pelaku teror bom ketika kembali ke tanah air. Dalam Membongkar Jamaah Islamiah, Nasir Abas menjelaskan sejumlah tokoh yang pernah menimba ilmu di Afghanistan dan pengaruhnya di Tanah Air.
Angkatan pertama tahun 1983 asal Indonesia mulai menimba ilmu di akademi militer Mujahidin Afghanistan. Hanya ada 5 orang dari Indonesia yang merupakan jaringan NII. Mereka adalah Syawal, Zulkarnain, Mohammad Faiq, Idris alias Solahudin dan Saad alias Ahmad Roichan.
Mukhlas alias Ali Ghufron, anggota Jamaah Islamiyah yang terlibat dalam Bom Bali 1. Dia dihukum mati bersama beberapa pelaku lainnya. (AFP/BAY ISMOYO)
|
Angkatan kedua tahun 1984, ada lebih banyak sukarelawan asal Indonesia. Tidak kurang dari 28 orang. Nama-nama tenar angkatan kedua asal Indonesia antara lain sebagai berikut.
Abu Rusydan atau Hamzah pernah ditangkap dan menjalani hukuman selama tiga tahun sejak 2003 karena menyembunyikan Ali Ghufron, pelaku bom bali 1. Densus 88 kembali menangkapnya pada 10 September 2021 karena masih aktif di Jamaah Islamiyah dan menyampaikan ceramah bernuansa radikal.
Abu Tholut atau Mustofa, disebut-sebut sebagai alumi Afghanistan yang punya pengaruh besar terhadap militansi anggota Jamaah Islamiyah. Pernah menjadi instruktur militer di Filipina. Noordin M Top dan Azahari diduga murid dari Abu Tholut.
Mukhlas atau Ali Ghufron, terlibat dalam beberapa aksi teror termasuk Bom Bali I tahun 2002. Dia dihukum mati pada tahun 2008. Mukhlas merupakan kakak dari Amrozi dan Ali Imron yang juga anggota Jamaah Islamiyah.
Angkatan ketiga tahun 1985, tidak ada murid asal Indonesia
Abu Jibril, sempat ikut Abu Bakar Ba’asyir di kelompok Jamaah Ansharut Tauhid, sempalan Jamaah Islamiyah. Meninggal dunia pada Januari 2021 (Photo by BAY ISMOYO / AFP)
|
Angkatan keempat tahun 1986. Sedikitnya 14 orang asal Indonesia menjadi murid di akademi militer Mujahidin Afghanistan angkatan keempat.
Hambali atau Encep Nurjaman atau Riduan Isamuddin. Dalang utama berbagai teror bom yang terjadi di Afghanistan. Mulai dari bom di rumah dubes Filipina 2000, Bom Natal 2000, Bom Bali 1 tahun 2002 dan beberapa aksi teror lainnya. Hambali ditangkap di Thailand dan dipenjara di Guantanamo Bay sebagai tahanan Amerika Serikat.
Abu Jibril, sempat ikut Abu Bakar Ba’asyir di kelompok Jamaah Ansharut Tauhid, sempalan Jamaah Islamiyah. Meninggal dunia pada Januari 2021.
Berlanjut ke halaman berikutnya…
Ali Imron Hingga Imam Samudra
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
Sumber: CNN Indonesia | Bekal Militer di Afghanistan Berbuah Teror di Indonesia