• April 20, 2024 11:25 am

Menaklukkan Ancaman Sampah Wisata di Kawasan Konservasi

DI Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara yang berkelimpahan kawasan konservasi, di daratan maupaun perairan. Sejauh ini, Pemerintah RI telah menetapkan 562 kawasan konservasi, seluas 27.140.384,05 hektare (ha) yang terhampar di sepanjang wilayah Nusantara.

Keberlimpahan kawasan konservasi yang dikembangkan menjadi destinasi wisata terbukti berdaya pikat bagi wisatawan domestik hingga seantero dunia. Di balik tingginya angka kunjungan wisata di kawasan konservasi tersebut, biasanya bermunculan gunungan sampah yang harus dikelola pemerintah maupun masyarakat setempat.

Kondisi ini membutuhkan penanganan sampahwisatayang mendesak dan serius. Tata kelola sampah di kawasan konservasi bermuara pada tujuan memelihara dan melestarikan flora fauna endemik. 

Sebagai Pusat keanekragaman hayati, Taman Nasional juga merupakan salah satu kawasan konservasi terbaik untuk menyaksikan kehidupan liar di Indonesia.  Taman-taman Nasional yang menghampar 16,3 juta ha menampilkan keragaman ekosistem Indonesia mulai dari pegunungan tinggi, dataran rendah, sabana hingga lahan basah dan perairan.

Pengelolaan kawasan memakai salah satu panduan yaitu Management Effectiveness Tracking Toll (METT). Panduan Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Kawasan ini digunakan sebagai perangkat untuk memantau tingkat pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia. 

Dalam kacamata tajam METT, sampah merupakan salah satu ancaman bagi kawasan konservasi. Upaya mengurangi sampah merupakan bagian dari praktik perlindungan flora dan fauna dari ancaman sampah.

Jebakan perilaku dan miskin tata kelola

Salah satu pekerjaan rumah utama penanganan sampah di taman nasional (TN) maupun di taman wisata alam (TWA) adalah perilaku para pelaku wisata –baik pengelola, pengunjung, maupun pedagang– yang belum sadar kebersihan dan kesehatan lingkungan. 

Beberapa perilaku buruk meliputi: membawa makanan-minuman yang berpotensi menjadi sampah, membuang sampah sembarangan, abai pada pemilahan sampah. Perilaku ini ditambah dengan proses pengangkutan sampah yang tak rutin sehingga terjadi penumpukan sampah di tempat pembuangan sampah (TPS). Akibatnya, nilai estetika kawasan wisata tersebut ternodai. 

Jebakan perilaku ditambah parah oleh tata kelola yang miskin. Hampir semua  pengelola sampah di kawasan wisata menganut metode kumpul-angkut–buang, yang sebagian besar tanpa pemilahan. Pengolahan mandiri maupun kolaborasi dengan berbagai pihak juga sangat minim.

Fakta di banyak destinasi wisata kawasan konservasi menjadi ‘nyanyian klasik’. Masih banyak pengunjung yang membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik dan puntung rokok. Minimnya sanksi tegas dari pengelola terhadap para pengunjung dan pedagang yang melanggar aturan kebersihan.

Banyak pengelola kawasan hutan menomorduakan permasalahan sampah, terutama dalam alokasi anggaran kegiatan. Pembangunan sarana dan prasarana wisata di dalam kawasan kurang memperhatikan penanganan limbah konstruksi.

Permasalahan sampah kiriman yang terdaftar di Kawasan Wisata Alam Pesisir atau kepulauan karena arus laut. Problematika sampah wisata alam di pulau-pulau wisata yang harus diangkut kembli ke daratan.

Belum semua kawasan wisata mempunyai SOP pengunjung dan SOP Pedagang di dalam kawasan wisata. Jika adapun hanya sebagai prasyarat saja dan tidak dilaksanakan dengan baik. Minim payung hukum untuk sanksi terhadap pelanggaran kebersihan.

Mencermati kondisi lapangan, beberapa solusi dapat menjadi alternatif pengelolaan sampah wisata di kawasan konservasi.

Pertama, keberanian pengelola untuk memprioritaskan alokasi anggaran pengelolaan sampah terutama di destinasi yang berpotensi didatangi pengunjung dalam jumlah besar.

Kedua, penyusunan dan pemberlakuan payung hukum dari konsep hingga peraturan detail yang radikal bagi seluruh pelaku wisata. Penegakan standar prosedur layak dinternalisasikan menjadi budaya seluruh pelaku wisata.

Ketiga, koordinasi rutin antara pengelola kawasan dan dinas-dinas yang bertanggungjawab dalam pengelolaan sampah. Yaitu terkait penjadwalan pengambilan sampah kala puncak kunjungan. 

Demikian pula, keempat, penanganan sampah-sampah kiriman di kawasan wisata pesisir kepulauan mendesak melibatkan semua pihak pengampu kepentingan.

Terakhir, intervensi teknologi dalam penanganan sampah di pulau-pulau wisata agar pengelolaan lebih efektif dan tidak ada pengangkutan kembali ke daratan (mainland). (OL-10)


Sumber: Media Indonesia | Menaklukkan Ancaman Sampah Wisata di Kawasan Konservasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *