GURU Besar Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Noorhaidi Hasan mengatakan narasi islamofobia merupakan upaya framing (membingkai cerita) untuk memojokkan pemerintah.
Ia menilai narasi islamofobia yang berkembang di tengah masyarakat belakangan ini tak lebih dari sebuah pertarungan kepentingan politik.
“Itu (islamofobia) menurut saya sudah pasti akan terjadi di negara muslim mana pun dan tidak terelakkan. Sejauh ini, isu islamofobia sebenarnya hanya dijadikan framing oleh kelompok yang tidak suka dengan pemerintah,” ujarnya di Yogyakarta seperti dilansir Antara, Kamis (10/2).
Pakar di bidang politik Islam ini mengatakan dari hasil penelitian dan kajian yang pernah ia lakukan, isu islamofobia juga terjadi di Aljazair. Di sana terjadi saling tuding antarkelompok dan kepentingan terkait siapa yang islamofobia dan isu ini telah menjadi fenomena yang cukup lama.
“Jadi memang, islamofobia itu bisa jadi ‘framing’ yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menurunkan kepercayaan kepada pemerintah,” jelasnya.
Pria yang meraih gelar PhD dari Utrecht University ini menilai perlu adanya pendalaman lebih lanjut dari pemerintah dan lembaga terkait untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang gencar melayangkan tudingan islamofobia di tubuh pemerintah.
Ia mengatakan narasi dan tudingan islamofobia terhadap pemerintah jika dibiarkan dapat menimbulkan perpecahan dan kebingungan di tengah masyarakat sehingga perlu upaya untuk menjelaskan dan menjernihkan kericuhan tersebut.
“Kalau itu dibiarkan tentunya tidak baik, masyarakat akan menjadi terpecah belah. Pemerintah harus berupaya untuk menjelaskan dan menjernihkan permasalahan tersebut agar masyarakat yang awam menjadi paham,” jelasnya
Menurutnya, jalan keluar yang efektif dan konkret untuk keluar dari permasalahan narasi radikal yang memecah belah adalah dengan mengelola keragaman dan menyadarkan tokoh dan masyarakat terkait esensi kehidupan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini.
Baca juga: Anggota DPR RI Minta Pers Tingkatkan Peran Perangi Hoaks
“Jalan keluarnya adalah bagaimana me-manage keragaman, khususnya dalam konteks beragama yang ada di negara kita. Ini sangat krusial,” tegasnya.
Ia menambahkan masyarakat harus paham tentang kewarganegaraan, memahami konsep multikulturalisme yang mengajarkan bahwa semua umat beragama mempunyai hak sama untuk beribadah, dan menjalankan agamanya.
“Kesadaran tentang kewarganegaraan, kalau tertanam di dalam pikiran masyarakat tentu urusan radikalisme tidak ada lagi,” ujar Noorhaidi.
Noorhaidi mengapresiasi peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya menggugah kesadaran masyarakat tentang bahaya radikalisme dan terorisme melalui program-program pencegahan.
“Selama ini saya telah melakukan riset, dan pekerjaan BNPT ini memang sudah luar biasa. Secara persentase kesadaran masyarakat tentang bahaya radikalisme dan terorisme sudah sangat tinggi sekali,” katanya.
Namun, menurutnya, tidak cukup hanya peran BNPT untuk mengatasi fenomena manipulasi agama yang terjadi di tengah masyarakat, tapi perlu peran serta tokoh agama dan masyarakat guna mempersempit ruang gerak kelompok radikal.
“Sudah seharusnya tokoh-tokoh agama berperan menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang damai, wasathiyah, Islam Nusantara yang bersahabat dengan budaya lokal,” ujar Noorhaidi.
Di samping itu, Noorhaidi menilai penyebaran nilai Pancasila yang luhur kepada masyarakat penting dilakukan. Sebagaimana Pancasila merupakan sumber konsep kewargaan, konsep multikulturalisme, dan pluralisme guna mempersempit ruang gerak kelompok radikal.
“Kampanyekan di masyarakat. Saya kira akan otomatis ruang gerak bagi kelompok-kelompok radikal yang sering mengatakan islamofobia akan semakin sempit. Ketika mereka ruangnya sudah sangat kecil tentunya tidak akan bisa untuk memengaruhi opini publik,” jelasnya.
Dia berpesan kepada seluruh pihak terkait, khususnya cendekiawan, tokoh agama, masyarakat, dan pemerintah untuk terus menggelorakan wacana tentang perdamaian serta Islam yang cinta damai untuk memperkuat ketangguhan masyarakat melawan radikalisme. (Ant/S-2)