PEMERINTAH Israel dituduh memperlakukan warga Palestina sebagai kelompok ras inferior dalam laporan yang bocor. Israel menuduh Amnesty International antisemitisme menyusul bocornya laporan yang mengeklaim warga Palestina hidup di bawah apartheid.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Lior Haiat, mengecap laporan itu, yang kutipannya diterbitkan oleh LSM Monitor, sebagai kumpulan kebohongan yang berfungsi menolak hak keberadaan negara Israel sebagai negara bangsa orang-orang Yahudi. “Ini standar ganda. Menjelekkan Israel untuk mendelegitimasi keberadaan negara Israel. Itu termasuk komponen antisemitisme modern,” katanya sebagaimana dilansir The Week dari MSN. “Kami tidak punya pilihan lain selain mengatakan bahwa seluruh laporan ini antisemit.”
Menurut laporan itu, yang bocor menjelang publikasi yang direncanakan terbit minggu depan, Israel bertanggung jawab dalam menegakkan sistem apartheid terhadap rakyat Palestina dan memperlakukan orang Palestina sebagai kelompok ras yang lebih rendah. Ini juga mengacu pada upaya untuk menciptakan dominasi Yahudi serta menyatakan, “Pertimbangan demografis telah memandu undang-undang dan pembuatan kebijakan Israel sejak awal.”
Demografi Israel diubah untuk kepentingan orang Yahudi Israel, kata laporan itu, sementara orang Palestina dianggap sebagai ancaman untuk membangun dan mempertahankan mayoritas Yahudi. Sebagai hasilnya warga Palestina harus diusir, terfragmentasi, dipisahkan, dikendalikan, direbut tanah dan harta benda mereka, serta dirampas hak-hak ekonomi dan sosialnya.
Baca juga: Israel Paksa Dua Keluarga Palestina Hancurkan Rumah Sendiri
Kesimpulan LSM tersebut menyatakan bahwa warga Palestina harus diberikan hak untuk kembali. “Sejak didirikan, negara Israel telah memberlakukan perampasan tanah besar-besaran dan kejam untuk merampas dan mengeluarkan warga Palestina dari tanah dan rumah mereka.” Laporan itu melanjutkan, “Israel telah menggunakan langkah-langkah pengambilalihan tanah serupa di semua domain teritorial di bawah kebijakan Yudaisasi yang berupaya memaksimalkan kontrol Yahudi atas tanah sambil secara efektif membatasi warga Palestina untuk tinggal di kantong-kantong terpisah yang berpenduduk padat untuk meminimalkan kehadiran mereka.”
Kelompok penekan Israel, LSM Monitor, mengatakan bahwa laporan Amnesty mencerminkan agenda politiknya untuk mengeksploitasi tragedi untuk mendelegitimasi kesetaraan kedaulatan Yahudi dan penentuan nasib sendiri. Laporan itu, lanjut Monitor, menuntut penghapusan Negara Yahudi dan membenarkan melakukannya dengan memutarbalikkan hukum internasional, salah mengartikan hukum dan praktik Israel, dan menyajikan pandangan apologetik atas pembunuhan orang Israel oleh teroris Palestina. “Itu persis yang Anda harapkan dari suatu organisasi yang tumbuh subur di atas budaya delegitimasi dan demonisasi anti-Israel dan telah dirusak oleh insiden antisemit,” tambahnya.
Kritik
Dalam pernyataan kepada The Telegraph, Amnesty mengatakan bahwa mereka mendukung laporan yang akan datang. Mereka menggambarkannya sebagai kritik terhadap pemerintah Israel, bukan orang Israel atau Yahudi.
Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri Haiat mengatakan Israel menolak semua tuduhan palsu yang dibuat oleh Amnesty International Inggris. Ia menyatakan bahwa laporan itu merupakan kumpulan kebohongan, bias, dan salinan dari laporan organisasi anti-Israel yang lain.
“Apa yang ingin kami katakan di sini yaitu jika Anda mengulangi kebohongan sekali, dan lagi, itu tidak membuat kebohongan ini menjadi kenyataan atau kebenaran,” katanya. “Namun itu membuat Amnesty International Inggris menjadi organisasi anti-Israel yang tidak sah.”
The Forward, organisasi berita Yahudi yang berbasis di New York, mengatakan Amnesty sebelumnya mengutuk kebijakan Israel di Tepi Barat yang diduduki dan menuduhnya melakukan kejahatan perang selama konflik 2014 antara Israel dan Hamas di Gaza. Namun laporan ini menjadi pertama kali oleh LSM itu menggunakan istilah apartheid, tambahnya, menggemakan laporan serupa dari Human Rights Watch (HRW) pada April lalu yang muncul setelah dua kelompok hak asasi manusia terkemuka Israel mulai menggunakan istilah apartheid.
Baca juga: Libanon Tangkap Belasan Tersangka Jaringan Mata-Mata Israel
Laporan HRW memasukkan penjelasan rinci di balik penggunaan istilah tersebut. “Sejak didirikan pada 1948, Israel telah mengejar kebijakan eksplisit untuk membangun dan mempertahankan hegemoni demografis Yahudi,” kata HRW.
“Hampir semua pemerintahan sipil dan otoritas militer Israel terlibat dalam penegakan sistem apartheid terhadap warga Palestina di seluruh Israel,” kata HRW, “Serta terhadap pengungsi Palestina dan keturunan mereka di luar wilayah.” Pada saat itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel menggambarkan laporan HRW sebagai antisemitisme murni yang melegitimasi serangan terhadap orang Yahudi.
Apartheid
“Istilah apartheid membangkitkan kebijakan pemisahan rasial dan diskriminasi yang digunakan oleh orang kulit putih Afrika Selatan dari 1948 hingga 1991,” kata The Telegraph. Itu berasal dari kata Afrikaans untuk keterpisahan.
“Amnesty ialah LSM sayap kiri keempat yang menuduh Israel menjadi bagian dari kejahatan apartheid dalam dua tahun terakhir,” kata The Jerusalem Post. “Tapi itu bukan satu-satunya yang ditentangnya dengan mengeluarkan tuduhan seperti itu. Mereka pun menuduh Myanmar melakukan apartheid atas perlakuannya terhadap Rohingya.
Seorang juru bicara Amnesty International Inggris mengatakan kepada The Telegraph bahwa laporan itu, “Bagian dari komitmen kami untuk mengungkap dan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia di mana pun mereka terjadi. Tidak ada pemerintah yang kebal kritik dan itu termasuk pemerintah Israel.”
“Penelitian kami menunjukkan bahwa otoritas Israel menegakkan sistem apartheid terhadap rakyat Palestina di Israel dan wilayah pendudukan Palestina dan pengungsi Palestina. Laporan tersebut mendokumentasikan cara Israel memperlakukan warga Palestina sebagai kelompok ras yang lebih rendah, memisahkan, dan menindas mereka di mana pun ia memiliki kendali atas hak-hak mereka.”
Baca juga: UEA Cegat Rudal Pemberontak Yaman saat Kunjungan Presiden Israel
Namun Haiat membalas dengan menyatakan bahwa Israel merupakan negara demokrasi multietnis. Dalihny, ada partai Arab yang menjadi bagian dari koalisi pemerintahan. “Kita dapat mengatakan bahwa satu foto bernilai lebih dari 200 halaman laporan palsu,” katanya. “Foto yang satu itu yakni foto pemerintah Israel yang sekarang sedang duduk. Di foto itu Anda memiliki orang kulit berwarna, Anda memiliki orang Arab dan Yahudi, Anda memiliki imigran dan orang-orang yang lahir di Israel.” (OL-14)