HAMAS mengutuk langkah Inggris yang akan menstempel kelompok itu sebagai organisasi teroris. Hal ini dapat membuat para pendukung gerakan Palestina itu menghadapi hukuman 14 tahun penjara.
Menteri Dalam Negeri Priti Patel, yang akan mendorong larangan itu di Parlemen pada minggu depan, berpendapat pada Jumat (19/11) bahwa tidak mungkin membedakan antara sayap politik dan militer Hamas. “Hamas secara fundamental dan fanatik anti-Semit,” ujarnya. Ia menambahkan larangan itu diperlukan untuk melindungi komunitas Yahudi.
Hamas menanggapi dalam suatu pernyataan. “Alih-alih meminta maaf dan mengoreksi dosa historisnya terhadap rakyat Palestina, (Inggris) mendukung para penjajah dengan mengorbankan para korban,” ujar Hamas.
Komentar itu merujuk pada Deklarasi Balfour dan Mandat Inggris yang dikatakan Hamas sebagai penyerahan tanah Palestina kepada gerakan Zionis. “Menolak pendudukan dengan segala cara yang tersedia, termasuk perlawanan bersenjata, merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional bagi orang-orang yang berada di bawah penjajahan,” tambah pernyataan itu.
Kelompok itu meminta para pendukungnya untuk mengutuk langkah Inggris. Alasannya, pendudukan Israel atas tanah Palestina, pemindahan paksa warga Palestina, pembongkaran rumah mereka, dan pengepungan lebih dari dua juta orang di Jalur Gaza, tergolong terorisme.
Inggris-Israel
Patel, yang sedang dalam perjalanan ke Washington, DC, mengatakan langkahnya berdasarkan berbagai intelijen, informasi, dan juga hubungan dengan terorisme. Pada 2017, Patel terpaksa mengundurkan diri sebagai sekretaris pembangunan internasional Inggris setelah dia gagal mengungkapkan pertemuan dengan pejabat senior Israel selama perjalanan liburan pribadi ke negara itu. Dia bertemu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pemimpin oposisi saat itu Yair Lapid.
Sayap militer Brigade Qassam dari gerakan Palestina yang menguasai Jalur Gaza telah dilarang di Inggris sejak Maret 2001. Larangan langsung di bawah Undang-Undang Terorisme 2000 akan membuat Inggris sejalan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Jika tawaran Patel itu berhasil, mengibarkan bendera Hamas, mengatur untuk bertemu anggotanya, atau mengenakan pakaian yang mendukung kelompok itu akan dilarang. Secara politis, itu bisa memaksa kelompok oposisi utama Inggris untuk mengambil posisi di Hamas, mengingat dukungan pro-Palestina yang kuat di antara anggota Partai Buruh yang lebih sayap kiri.
Awal bulan ini, seorang pria muncul di pengadilan Inggris karena mengenakan kaus yang mendukung sayap militer Hamas dan Jihad Islam Palestina yang dilarang Inggris pada 2005. Pada tiga kesempatan di Juni, Feras Al Jayoosi, 34, mengenakan pakaian di area Golders Green di London utara yang memiliki populasi Yahudi yang besar.
Chris Doyle, direktur Dewan Pemahaman Arab-Inggris, mengatakan bahwa langkah pemerintah Inggris tidak akan meningkatkan iklim perdamaian. “Ada tingkat politik isyarat yang terjadi. Pemerintah Inggris berusaha untuk bersikap keras terhadap terorisme dan anti-Semitisme, tetapi kenyataannya ini tidak akan memiliki banyak dampak yang berarti di lapangan bahwa hal itu benar-benar penting,” kata Doyle.
Pemerintah Inggris, lanjutnya, tampaknya sangat senang untuk mengambil langkah ini melawan Hamas, tetapi sama sekali tidak mengatakan apa-apa tentang pelanggaran (Israel) yang benar-benar serius terhadap hukum internasional, pelanggaran resolusi Dewan Keamanan, penggunaan penyiksaan, penghancuran rumah,” tambah dia.
Bennet dan Lapid Dukung
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett memuji berita itu. Ia menyebut Hamas kelompok Islam radikal yang menargetkan orang Israel yang tidak bersalah dan mencari kehancuran Israel. “Saya menyambut baik niat Inggris untuk menyatakan Hamas sebagai organisasi teroris secara keseluruhan karena memang begitulah adanya,” tweet-nya.
Lapid, sekarang menteri luar negeri, mengatakan dalam suatu pernyataan, “Tidak ada bagian yang sah dari organisasi teroris dan setiap upaya untuk membedakan yakni perbuatan.” Lapid mengatakan langkah itu adalah hasil dari upaya bersama antara pemerintah Inggris dan Israel.
Didirikan pada 1987, Hamas menentang penjajahan Israel atas wilayah Palestina. Berbasis di Gaza, Hamas memenangkan pemilihan parlemen Palestina 2006, mengalahkan saingan nasionalisnya Fatah. Mereka merebut kendali militer atas Gaza pada tahun berikutnya.
Baca juga: Palestina Sambut Dukungan Resolusi PBB atas Kepemilikan Sumber Daya
Serangan 11 hari Israel di Gaza pada Mei tahun ini menewaskan sedikitnya 250 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak. Pejabat Israel mengatakan, 13 orang, termasuk dua anak, tewas di Israel oleh roket Hamas. (Aljazeera/OL-14)