WARTAWAN Amerika Serikat (AS) Danny Fenster pulang ke kampung halamannya, beberapa jam setelah dibebaskan dari penjara selama enam bulan di Myanmar pada Senin (15/11).
Fenster yang mengenakan topi rajut dan sandal, mengatakan dia merasa baik setelah mendarat di Doha, Qatar dengan penerbangan sewaan, hanya tiga hari setelah dijatuhi hukuman.
Sebelumnya, dituduh menyebarkan informasi palsu atau menghasut, menghubungi organisasi ilegal dan melanggar peraturan visa dan dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.
“Saya benar-benar senang dalam perjalanan pulang,” katanya kepada wartawan di Doha, ditemani oleh mantan duta besar Amerika Serikat untuk PBB Bill Richardson, yang telah merundingkan pembebasannya.
Fenster, yang bekerja sebagai redaktur pelaksana Myanmar Frontier, sebuah majalah online lokal, ditangkap pada Mei ketika akan naik pesawat dari Yangon ke kota Detroit di AS.
Penangkapan itu terjadi di tengah tindakan keras oleh militer Myanmar yang menguasai negara itu pada Februari, memicu protes massal dan pembangkangan sipil.
Sampai saat ini, setidaknya 1.265 orang telah tewas di negara itu dan lebih dari 10.000 ditahan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang memantau situasi.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan puluhan jurnalis lokal masih ditahan, begitu pula pekerja medis, aktivis dan lawan politik penguasa militer. Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar mengatakan bukti menunjukkan militer telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Di tengah tindakan keras, militer juga memberlakukan pemadaman internet, mematikan televisi satelit dan mencabut izin penerbitan sejumlah organisasi berita independen Myanmar.
Mereka menuduh Fenster bekerja untuk Myanmar Now, yang merupakan salah satu organisasi berita yang izinnya dicabut.
Namun, Fenster telah meninggalkan perusahaan tersebut pada Juni 2020 untuk bekerja di Frontier Myanmar. Majalah itu, yang memuji pembebasan Fenster, mengatakan pengadilan telah mengabaikan bukti kunci, termasuk catatan pajak yang menegaskan Fenster tidak lagi bekerja untuk Myanmar Now.
Hukuman penjara selama 11 tahun yang dijatuhkan padanya adalah hukuman terberat di antara tujuh jurnalis yang diketahui telah dihukum sejak militer merebut kekuasaan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Fenster juga didakwa dengan penghasutan dan terorisme, meskipun persidangan baru atas tuduhan tersebut belum dimulai.
Pada hari Senin (15/11), Fenster mengatakan dia akan bekerja untuk terus menyoroti penderitaan rekan-rekannya yang ditahan di negara itu, yang sebagian besar adalah warga negara Myanmar.
“Kami akan tetap fokus pada mereka sebanyak mungkin dan melakukan segala yang kami bisa untuk melobi atas nama mereka,” ujarnya.
“Kami masih berusaha sangat keras dan berharap kami bisa mengeluarkan mereka dari sana,” tambahnya.
Mantan diplomat Richardson mengatakan kepada wartawan bahwa dia dapat merundingkan pembebasan Fenster selama kunjungan ke Myanmar baru-baru ini, ketika dia mengadakan pertemuan tatap muka dengan Jenderal Senior yang berkuasa Min Aung Hlaing.
Perjalanan itu, yang disebut sebagai misi kemanusiaan swasta, dikritik oleh beberapa orang sebagai melegitimasi pengambilalihan militer.
Namun, di Doha pada Senin (15/11) malam, Richardson, yang juga menjabat sebagai gubernur New Mexico dan sebagai Menteri Energi AS, mengaitkan perubahan mendadak militer dengan upayanya untuk bekerja dengan pemerintah Myanmar dalam bantuan kemanusiaan berupa vaksin Covid-19.
Dia juga berterima kasih kepada pemerintah Qatar, yang mendukung yayasannya, Richardson Center, dalam pekerjaannya untuk membebaskan sandera, baik orang Amerika maupun non-Amerika.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (15/11), Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menyambut baik pembebasan Fenster.
“Kami terus menyerukan pembebasan orang lain yang masih dipenjara secara tidak adil di Burma,” katanya.
Sementara itu, keluarga Fenster mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka sangat gembira bahwa dia telah dibebaskan dan sedang dalam perjalanan pulang. “Kami tidak sabar untuk memeluknya,” seru mereka.
Berbicara di Qatar, Fenster mengatakan dia tidak kelaparan atau dipukuli saat ditahan di penjara Insein yang terkenal dekat Yangon, mengatakan kekhawatiran terbesarnya hanya agar tetap waras melalui situasi tersebut.
“Saya ditangkap dan ditahan tanpa alasan,” tuturnya. “Jadi saya kira saya (dianiaya), tetapi secara fisik saya sehat,” tambahnya. (Aiw/Aljazeera/OL-09)