• April 29, 2024 4:36 am

Lembaga Filantropi Harus Diawasi Agar Masyarakat tidak Resah

BUNTUT kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT), diduga ada ratusan lembaga filantropi lain yang menyelewengkan dana umat. Butuh pengawasan mendalam terhadap aksi lembaga filantropi nakal.

Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) ‘Kolaborasi Intelkam Polri-(BIK) Dengan Kementerian Lembaga Dalam Mendeteksi Pengelolaan Dana Filantropi’ di Jakarta, Senin (1/11).

Forum ini digagas oleh Kombes Solehan Sik MH, Siswa Pendidikan Kepemimpinan Tinggi Tingkat 1 LAN Angkatan 55 Tahun 2022. FGD tersebut dibuka oleh Karo Analis Baintelkam Polri, Brigjen Pol Hariyanta

Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid sebagai narasumber dalam FGD mengingatkan penyelewengan aliran dana filantropi terkait terorisme.

“Mereka menghalalkan apapun seperti menipu, merampok, korupsi, mendirikan lembaga filantropi dengan casing agama. Semua atas nama agama menjadi halal darah dan harta,” beber Ahmad.

Ia menambahkan gerakan terorisme disebut-sebut mendapatkan donasi dari Wahabisasi Internasional. Adapun ciri dan indikasinya adalah takfiri, ekslusif terhadap lingkungan pergaulan dan dinamika sosial, intoleransi agama, pro ideologi khilafah, anti budaya dan kearifan lokal.

baca juga: JPU Nyatakan Berkas Perkara Tersangka Kasus Yayasan ACT Lengkap

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Wishnu Hermawan menjelaskan risalah filantropi ditemukan dalam kitab-kitab agama. Yakni citizen filantropi, kegiatan amal seseorang dengan berasas jangka pendekatan. Lalu filantropi berbentuk lembaga agar dana dapat terdistribusi secara perorangan dan melalui dunia usaha.

“Eksistensi lembaga filantropi di Indonesia mayoritas dilatarbelakangi motif agama. Misalnya Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Rumah Zakat, Dompet Du’afa, Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Laziznu, Lazismu, PKPU, Dompet Sosial Madani (BSM) Bali, Karinakas (berbasis Agama Katolik), HFHIND (Kristen) dan lainnya yang belum teridentifikasi,” beber Wishnu.

Ada pula fakta menarik yaitu masyarakat khawatir dana sumbangan tak dipergunakan semestinya. “Diketahui lembaga filantropi membelanjakan lebih dari 50 persen hasil donasi untuk operasional kelembagaan. Hal tersebut diperkuat data dari PPATK, ada 176 Yayasan Filantropi di Indonesia diduga menyelewengkan dana,” tandas Wishnu.

Dit Strategi dan Kerja Sama Dalam Negeri PPATK, Mardiansyah juga menyoroti minimnya transparansi dan akuntabilitas para pengelola donasi masyarakat. “Butuh regulasi terkait sumbangan masyarakat yang dapat menyesuaikan perkembangan,” ujarnya.

Hal tersebut mengiringi permasalahan sosial yang bervariasi, angka kemiskinan tinggi, serta seringnya terjadi bencana.

Sedangkan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Edi Suharto menjelaskan soal Pengumpulan Uang atau Barang (PUB). Sejatinya PUB untuk kesejahteraan sosial harus tertib, transparan, dan akuntabel.

“Secara sukarela, tanpa ancaman dan kekerasan, melalui organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum. Terdiri dari perkumpulan atau yayasan, pelaksanaan PUB harus mendapatkan izin Mensos, Gubernur,  Bupati/Walikota,” beber Edi.

Adapun PUB yang tidak perlu mendapatkan izin yaitu Zajat, pengumpulan di tempat ibadah, keadaan darurat di lingkungan terbatas, serta gotong royong di lingkungan terbatas seperti sekolah dan kantor.

 

. (RO/N-1)

 


Sumber: Media Indonesia | Lembaga Filantropi Harus Diawasi Agar Masyarakat tidak Resah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *