• May 5, 2024 12:17 pm

Apa Salah Outfit Branded ala Brigjen Andi Rian

Perjalanan kasus penembakan polisi oleh polisi di Duren Tiga, Jakarta Selatan, makin menarik. Dramaturgi yang muncul seperti membuka kotak pandora, semakin dibuka makin complicated dan membuka cerita-cerita yang enggak asik didengar.

Kali ini yang terkena sorotan adalah Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi. Kawan satu angkatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini disorot bukan karena menjadi gerbong yang menerima pil pahit kasus Ferdy Sambo, tapi lebih kepada bagaimana soal macak. Kalau dalam kamus bahasa Jawa-Indonesia, macak adalah mengatur; pakaiannya serbabagus.

Dengan kata lain apa yang dikenakan di tubuh Brigjen Andi Rian sangat asik dilihat. Tapi justru dari sini cerita bergulir. Ketika memberikan keterangan pers di Markas Komando Brimob Polri pada Kamis, 11 Agustus 2022, Andi mengenakan pakaian corak kotak-kotak dan mirip dengan corak yang menjadi khas dari Burberry, sebuah rumah mode asal Inggris.

Andi disebut-sebut menggunakan kemeja Burberry Long Sleeve Check Stretch Cotton Poplin Shirt berwarna biru tua. Berdasarkan website resmi Burberry, kemeja tersebut dijual seharga US$490 atau Rp7,2 juta. Enggak sampai di situ, warganet juga kembali menyoroti kemeja yang dikenakan Andi ketika memberikan keterangan pers di Bareskrim Polri pada Rabu, 20 Juli 2022. Andi juga terlihat menggunakan kemeja Burberry berwarna putih dengan aksen minimalis berupa garis hitam di bagian dada.

Baca juga: Tidak Etis Anggota Polri Bergaya Hidup Mewah

Ia diduga mengenakan kemeja seri White Embroidered Logo Oxford Shirt, yang merupakan salah satu koleksi kolaborasi antara Burberry dan PPOP Trading Company. Soal harga juga enggak bisa dibilang murah, karena dibandrol dengan harga US$470 atau sekitar Rp6,9 juta. Inilah hebat dan jelinya warganet melihat sisi lain dari sebuah peristiwa yang melibatkan anggota polisi.

Sebelumnya pada Kamis 14 Januari 2016 ketika anggota polisi beradu tembak dengan teroris di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Seperti dilansir Detik.com Jumat 15 Januari 2016, seorang polisi muda juga menjadi sorotan karena begitu gagah dengan tampilannya. Polisi keren itu adalah Komisaris Teuku Arsya Khadafi, Kepala Unit IV Subdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Teuku Arsya memang good looking karena penampilannya yang fashionable.

Kalau kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, saat itu, Kombes Krishna Murti, penampilan untuk seorang polisi apalagi yang tampil di depan publik, harus rapi. Polisi di Polda Metro Jaya sudah sejajar dengan polisi di New York, jadi harus berpenampilan rapilah minimal. Polisi-polisi di Amerika Serikat penampilannya keren-keren.

Baca juga: Warganet Soroti Pakaian Brigjen Andi Rian yang Capai Jutaan Rupiah

Baiklah, penampilan memang bisa menjadi bagian dari pembentukan citra seseorang. Tidak terlalu salah kalau polisi memang harus good looking, enak disawang, karena mereka berhadapan langsung dengan masyarakat. Ibarat di kantor, mereka adalah front liner, garis depan yang langsung bertemu banyak pihak. Apa jadinya kalau penampilan polisi bluwek, enggak rapi, warna pakaian enggak selaras.

Stigma negatif

Siapapun berhak mengenakan barang mewah, branded, berharga mahal, sah-sah saja kok itu. Yang penting duitnya bukan hasil nyolong atau korupsi.

Tetapi dalam pandangan pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, seharusnya anggota Polri tidak boleh bergaya hidup mewah di depan publik. Karena akan menimbulkan stigma negatif dan kecemburuan sosial.

Baca juga: Kapolri Tegaskan Harus Copot Anggota yang Melanggar

Terlebih saat ini Polri tengah disorot masyarakat terkait kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang melibatkan mantan Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo. Dengan begitu setiap gerak gerik Polri akan diperhatikan masyarakat, termasuk gaya hidup dan cara berpakaian.

Masyarakat tidak salah juga melihat adanya polisi yang hidup mewah. Tapi memang seorang pejabat publik tentu harus menjadi contoh hidup lebih sederhana. Silakan menggunakan barang mewah, tapi tidak di tempat publik. Begitu kata Bambang seperti dilansir Media Indonesia, Minggu 4 September 2022.

Bambang tidak salah karena kaya adalah hak, tentu ada anggota polisi yang memang sudah punya urat kaya dari lahir, sehingga barang-barang mewah begitu melekat dalam keseharian. Mungkin juga ada anggota polisi kalau pakai baju yang dijual di pasar becek, malah membuat badannya gatal-gatal, karena bahan yang digunakan bikin alergi.

Bambang pun mendasari pelarangan bergaya hidup mewah dari Perintah KaPolri dalam surat telegram rahasia nomor ST/30/XI/Hum3/4/2019/Divpropam pada 15 November 2019 tentang gaya hidup anggota Polri. Hanya saja dalam perintah tersebut tidak ada petunjuk pelaksanaannya, dengan begitu perintah tersebut sulit direalisasikan, ditambah setiap anggota Polri tentu memiliki standar gaya hidup yang berbeda-beda.

Baca juga: Menko Polhukam Tegaskan P19 Berkas Perkara Brigadir J Wajar

Membeli barang secara logika tentu disesuaikan dengan pendapatan, kalau memang barang-barang mewah itu diberi dari pendapatan sebagai anggota Polri, memangnya berapa sih gaji dan tunjangan mereka? Artinya, jangan sampai masyarakat menilai bahwa semua itu adalah gratifikasi.

Tunjangan anggota Polri bila mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2019 tentang Gaji Anggota Polri, seorang Brigadir Jenderal atau perwira tinggi bintang satu termasuk golongan IV dengan gaji Rp3.290.500-Rp5.407.400, sedangkan tunjangan yang diterima, katakanlah sebagai Dirtipidum Bareskrim Polri dengan menempati kelas jabatan 15, menerima Rp14.721.000. Dengan begitu take home pay seorang brigjen Rp20 jutaan.

Sejatinya tidak perlu ada perdebatan sengit terkait dengan kebutuhan hidup seseorang. Bukan hal baru semakin tinggi penghasilan, makin besar keinginan memiliki sesuatu yang mahal. Penghasilan sejuta rupiah dengan yang bergaji puluhan juta rupiah tentu berbeda gaya hidupnya.

Teori hierarki

Kalau menurut teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan manusia itu muncul karena sebagai upaya untuk mempertahankan hidupnya, yang akan berusaha dipenuhi dari setiap jenjang kehidupan. Kalau seorang anggota Polri berpangkat ajun komisaris tentu kebutuhannya berbeda dengan yang sudah komisaris besar.

Ketika sang ajun komisaris itu naik pangkat menjadi komisaris, jelas akan ada perubahan dalam memenuhi kebutuhannya. Itu kalau mengacu pada teori Maslow.

Maslow membagi lima hierarki kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Berkaca dari landasan teori tersebut, rasanya gaya hedonis setiap orang yang sudah memenuhi empat kebutuhan sebelumnya akan tergambar dari bagaimana dia mengaktualisasikan diri.

Baca juga: Kapolri tak Ikut Terima Hasil Penyelidikan Kasus Brigadir J dari Komnas HAM

Tak banyak orang yang bisa memenuhi lima kebutuhan tersebut secara paripurna. Khusus pada poin kelima, tujuan utamanya ialah memperoleh kepuasan batin dan meningkatkan kepercayaan diri. Jadi, silakan penuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut asal tidak melanggar aturan, tak merugikan orang lain dan jangan korupsi.


Sumber: Media Indonesia | Apa Salah Outfit Branded ala Brigjen Andi Rian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *