KETUA Umum Partai Bulan Bintang (PBB) menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 akan sulit untuk dieksekusi. Yusril menilai putusan PN Jakpus bersifat serta merta sehingga membutuhkan izin eksekusi dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
“Artinya putusan itu harus dilaksanakan meskipun ada banding atau ada kasasi. Namun, dalam prosedurnya, putusan serta merta itu baru bisa dijalankan oleh juru sita pengadilan apabila mendapat persetujuan atau penetapan dari ketua pengadilan tinggi,” jelas Yusril saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (9/3).
Ketentuan putusan serta merta penundaan pemilu tertuang secara jelas dalam poin keenam amar putusan yang menyatakan putusan perkara dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta atau uitvoerbaar bij voorraad. Yusril menduga, PT DKI berpeluang kecil untuk mengabulkan permohonan eksekusi yang dipengaruhi juga oleh tingginya penolakan masyarakat.
Baca juga : Terorisme Yudisial Bisa Muncul dari Putusan Penundaan Pemilu
“Dugaan saya, sih, kemungkinan pengadilan tinggi tidak akan mengabulkan, melihat begitu kerasnya penolakan, begitu juga pendapat-pendapat akademisi,” katanya.
Diketahui, berbagai pihak mengkritik putusan yang dibacakan pada Kamis (2/3) itu. Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai oleh T Oyong bersama H Bakri dan Dominggus Silaban selaku anggota dinilai telah melangkahi konstitusi melalui putusannya.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan pihak berkepentingan terhadap perkara perdata Prima juga dapat melakukan perlawanan jika eksekusi ditetapkan. Pihak berkepentingan yang dimaksudnya adalah partai-partai politik yang sudah dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Baca juga : Besok, KPU Daftarkan Banding Putusan PN Jakarta Pusat
“Dengan eksekusi ini, mereka terdampak karena harus dilakukan penundaan selama 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari,” jelas Yusril.
Dalam kesempatan yang sama, ahli hukum tata negara Heru Widodo berpendapat putusan PN Jakarta Pusat atas gugatan perdata Prima bersifat non-executable atau tidak dapat dieksekusi.
“Karena yang digugat adalah KPU sebagai private, secara perdata. Tapi yang diminta oleh pengadilan, KPU melakukan suatu tindakan publik. Ini tentu menjadi persoalan dalam teknik implementasinya,” sambung Heru.
Berbekal pengalamannya sebagai seorang advokat, Heru menyarankan KPU untuk memanfaatkan waktu dengan maksimal sebelum mengajukan memori banding. Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari sendiri langsung menyatakan pihaknya akan banding sejak putusan tersebut beredar di masyarakat. Ia lalu mengungkap memori banding akan diserahkan pada Jumat esok. (Z-8)